Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang peranan perbankan di Indonesia pada era globalisasi, kita harus tau terlebih dahulu apa saja pengaruh globalisasi bagi bangsa kita dan apakah kita siap?
Laporan Millenium Development Goals (MDG) untuk wilayah Asia Pasifik pada tahun
2006 menunjukkan bahwa Indonesia secara umum tergolong pada negara yang belum
memuaskan dalam upaya pencapaiai tujuan MDG jika dilihat dari pencapaian target 31
indikator yang telah disepakati oleh 189 negara yang menghadiri KTT Milenium PBB pada
bulan September 2000. Indonesia dalam laporan tersebut secara tersurat disebutkan sebagai
negara yang tergolong falling further behind, bersama dengan Banglades, Laos, Mongolia,
Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, dan Filipina. Sebuah pencapaian yang kurang enak
didengar dan terasa pahit untuk sebuah bangsa dan negara yang telah berusia 61 tahun.
memuaskan dalam upaya pencapaiai tujuan MDG jika dilihat dari pencapaian target 31
indikator yang telah disepakati oleh 189 negara yang menghadiri KTT Milenium PBB pada
bulan September 2000. Indonesia dalam laporan tersebut secara tersurat disebutkan sebagai
negara yang tergolong falling further behind, bersama dengan Banglades, Laos, Mongolia,
Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, dan Filipina. Sebuah pencapaian yang kurang enak
didengar dan terasa pahit untuk sebuah bangsa dan negara yang telah berusia 61 tahun.
Indonesia tergolong Early Achiever untuk indikator pengurangan kemiskinan, tetapi
angka kemiskinannya sendiri masih relatif tinggi dan menjadi salah satu masalah utama yang
perlu memperoleh perhatian pemerintah dan pelaku ekonomi lainnya. Predikat yang sama
diperoleh untuk indikator laju penyelesaian sekolah dasar, partisipasi wanita untuk sekolah
dasar dan menengah, angka kematian bayi dan balita, pengurangan penyakit TBC,
perlindungan wilayah, dan pengurangan konsumsi CFC. Sedangkan untuk indikator
pencegahan penyakit HIV tergolong on the track. Tetapi Indonesia masih tergolong off the
track-slow untuk indikator pendaftaran pendidikan dasar, penyediaan air pedesaan, sanitasi
perkotaan, dan sanitasi pedesaan. Bahkan untuk indikator anak-anak kurang gizi, siswa yang
mencapai kelas 5 sekolah dasar, partisipasi wanita mengikuti sekolah tingkat atas,
perlindungan hutan, emisi CO2, dan penyediaan
air untuk perkotaan tergolong off the trackregressing.
angka kemiskinannya sendiri masih relatif tinggi dan menjadi salah satu masalah utama yang
perlu memperoleh perhatian pemerintah dan pelaku ekonomi lainnya. Predikat yang sama
diperoleh untuk indikator laju penyelesaian sekolah dasar, partisipasi wanita untuk sekolah
dasar dan menengah, angka kematian bayi dan balita, pengurangan penyakit TBC,
perlindungan wilayah, dan pengurangan konsumsi CFC. Sedangkan untuk indikator
pencegahan penyakit HIV tergolong on the track. Tetapi Indonesia masih tergolong off the
track-slow untuk indikator pendaftaran pendidikan dasar, penyediaan air pedesaan, sanitasi
perkotaan, dan sanitasi pedesaan. Bahkan untuk indikator anak-anak kurang gizi, siswa yang
mencapai kelas 5 sekolah dasar, partisipasi wanita mengikuti sekolah tingkat atas,
perlindungan hutan, emisi CO2, dan penyediaan
air untuk perkotaan tergolong off the trackregressing.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa masalah utama Indonesia adalah kemiskinan,
pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Kondisi tersebut memerlukan alternatif pemecahan
masalah, atau dalam konteks jangka panjang, memerlukan rencana strategis. Dan berbicara
rencana strategis pada dasarnya berbicara tentang masa depan yang lebih baik. Tetapi
berbicara tentang masa depan juga tidak terlepas dari ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut
harus bisa dikalkulasi agar berbagai skenario yang mungkin terjadi bisa diantisipasi mulai dari
sekarang.
pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Kondisi tersebut memerlukan alternatif pemecahan
masalah, atau dalam konteks jangka panjang, memerlukan rencana strategis. Dan berbicara
rencana strategis pada dasarnya berbicara tentang masa depan yang lebih baik. Tetapi
berbicara tentang masa depan juga tidak terlepas dari ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut
harus bisa dikalkulasi agar berbagai skenario yang mungkin terjadi bisa diantisipasi mulai dari
sekarang.
Perkembangan dunia saat ini sudah memasuki era globalisasi yang banyak
mendapatkan perhatian, pembicaraan, atau pengkajian, baik yang pro maupun kontra.
Walaupun istilah globalisasi sudah menjadi istilah yang umum dan popular saat ini, mungkin
saja sebagian besar masyarakat Indonesia tidak peduli atau tidak mengerti tentang pengertian
dan pengaruh globalisasi terhadap kehidupan masyarakat. Tetapi dalam pergaulan atau
interaksi dengan negara-negara lain, Indonesia sudah sangat tergantung dan terpaksa
mengikuti globalisasi. Keberhasilan dalam mengikuti arus tersebut bukan hanya sebatas
terombang-ambing tanpa arah dengan biduk yang rentan sehingga mudah karam di tengah
perjalanan.
mendapatkan perhatian, pembicaraan, atau pengkajian, baik yang pro maupun kontra.
Walaupun istilah globalisasi sudah menjadi istilah yang umum dan popular saat ini, mungkin
saja sebagian besar masyarakat Indonesia tidak peduli atau tidak mengerti tentang pengertian
dan pengaruh globalisasi terhadap kehidupan masyarakat. Tetapi dalam pergaulan atau
interaksi dengan negara-negara lain, Indonesia sudah sangat tergantung dan terpaksa
mengikuti globalisasi. Keberhasilan dalam mengikuti arus tersebut bukan hanya sebatas
terombang-ambing tanpa arah dengan biduk yang rentan sehingga mudah karam di tengah
perjalanan.
Mengikuti globalisasi berarti mengikuti arus pergerakan pemikiran, orang, barang,
jasa, dan modal yang telah mendorong terintegrasinya perekonomian dan masyarakat dunia.
Tetapi sudah siapkah perekonomian dan masyarakat Indonesia untuk mengikuti dan
memanfaatkan arus tersebut sampai tahun 2025? Sayangnya posisi Indonesia saat ini
mempunyai daya saing di era globalisasi yang tergolong rendah. Berdasarkan laporan World
Economic Forum pada tahun 2006 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan 50 diantara
125 negara. Posisi tersebut memang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang berada
pada posisi ke-69 dari 116 negara. Terlepas dari apakah peningkatan daya saing tersebut
adalah nyata atau dirasakan oleh masyarakat Indonesia, peningkatan daya saing nasional
memang merupakan salah satu kunci utama dalam menghadapi globalisasi.
jasa, dan modal yang telah mendorong terintegrasinya perekonomian dan masyarakat dunia.
Tetapi sudah siapkah perekonomian dan masyarakat Indonesia untuk mengikuti dan
memanfaatkan arus tersebut sampai tahun 2025? Sayangnya posisi Indonesia saat ini
mempunyai daya saing di era globalisasi yang tergolong rendah. Berdasarkan laporan World
Economic Forum pada tahun 2006 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan 50 diantara
125 negara. Posisi tersebut memang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang berada
pada posisi ke-69 dari 116 negara. Terlepas dari apakah peningkatan daya saing tersebut
adalah nyata atau dirasakan oleh masyarakat Indonesia, peningkatan daya saing nasional
memang merupakan salah satu kunci utama dalam menghadapi globalisasi.
Siap atau tidak siap, suka atau tidak suka, globalisasi memang harus dihadapi. Lalu
bagaimana masa depan Indonesia sendiri pada masa yang akan datang? Haruskah kita pesimis
jika melihat bagaimana posisi Indonesia di lingkungan global saat ini? Atau justru bersikap
optimis jika kita bisa memanfaatkan berbagai kekuatan yang dimiliki bangsa dan negara?
Terlepas dari sikap pesimis atau optimis, Indonesia sebagai negara dan bangsa harus tetap
berdiri dan harus mempunyai keberanian untuk menghadapi masa depan. Persoalannya adalah
bagaimana kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih baik?
bagaimana masa depan Indonesia sendiri pada masa yang akan datang? Haruskah kita pesimis
jika melihat bagaimana posisi Indonesia di lingkungan global saat ini? Atau justru bersikap
optimis jika kita bisa memanfaatkan berbagai kekuatan yang dimiliki bangsa dan negara?
Terlepas dari sikap pesimis atau optimis, Indonesia sebagai negara dan bangsa harus tetap
berdiri dan harus mempunyai keberanian untuk menghadapi masa depan. Persoalannya adalah
bagaimana kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih baik?
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifatreal time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Jenis-Jenis Bank
a. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
1 ) Bank Sentral
Menurut UU No.3 Tahun 2004, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatunegara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort.
Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
a) Tujuan Bank Indonesia
Menurut UU RI No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, dijelaskan tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Untuk mencapai tujuan yang dimaksud Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
b ) Tugas Bank Indonesia
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
(1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang:
(a) menetapkan sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi;
(b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
- penetapan tingkat diskonto
- penetapan cadangan wajib minimun
- pengaturan kredit atau pembiayaan
Cara-cara pengendalian moneter dapat dilaksana-kan juga berdasarkan prinsip syariah.
Pelaksanaan ketentuan tersebut ditetapkan Peraturan Bank Indonesia.
(2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, bank Indonesia berwenang:
(a) melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,
(b) mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
Pelaksanaan kewenangan di atas ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia.
2 ) Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).
Bank umum mempunyai banyak kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;
b) memberikan kredit;
c) menerbitkan surat pengakuan utang;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;
e) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;
f) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan
g) melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
3 ) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
BPR dalam melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank konvensional (bank umum). Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:
a) menerima simpanan berupa giro,
b) mengikuti kliring,
c) melakukan kegiatan valuta asing,
d) melakukan kegiatan perasuransian.
Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.
a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.
b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.
c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.
b . Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.
1 ) Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
2 ) Bank Milik Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.
3 ) Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.
c . Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
1 ) Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.
Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.
2 ) Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.
Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.
Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.